This is the place to share information and dialogue to advance our knowledge on the development of the nation!

MADILOG (Materialisme, Dialektika, dan Logika)


Di desa Rajawali, dekat sebuah pabrik sepatu di Kalibata, Jakarta, ia menyewa gubuk bambu. sepetak ruang sekitar 15 meter persegi di rumah itulah, Ibrahim Datuk Tan Malaka dari pukul 4 pagi hingga pukul 12 siang, berkutat merangkum gagasan dan pikirannya. Kelak buah pikiran itu mewujud dalam sebuah buku termasyhur MADILOG (Materialisme, Dialektika, dan Logika). Tan Malaka menulis Madilog sejak 15 Juli 1942 hingga 30 Maret 1943. Tan Malaka menginginkan Madilog sebagai panduan cara berpikir yang realistis, pragmatis, dan fleksibel. Inilah warisan Tan Malaka yang berasal dari pemikiran Barat untuk mengikis nilai-nilai feodalisme, mental budak, dan kultus takhayul yang, menurut dia, diidap rakyat Indonesia. Mengapa? Sebab, Tan Malaka berpikir, mulai periode Yunani sampai imperialisme Jepang, bangsa Indonesia tidak mempunyai riwayat kesejarahan sendiri selain perbudakan. Tak mengherankan bila budaya bangsa ini berubah menjadi pasif dan menafikan sama sekali penggunaan asas eksplorasi logika sains.

Madilog adalah solusinya. Inilah sebuah presentasi ilmiah melalui serangkaian proses berpikir dan bertindak secara materialistis, dialektis, dan logis dalam mewujudkan sebuah tujuan secara sistematis dan struktural. Segala dinamika permasalahan duniawi dapat terus dikaji dan diuji sedalam-dalamnya dengan menggunakan perkakas sains; yang batas-batasnya bisa ditangkap oleh indra manusia.

Selama menulis Madilog, Tan Malaka kerap menyambangi Museum Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen sekarang Museum Nasional untuk mencari dan membaca naskah rujukan. Tan Malaka tidak mencantumkan sumber rujukan dalam Madilog. Jilid pertama seluruhnya ditulis berdasarkan ingatannya. Selanjutnya, Tan malaka menggunakan rujukan dari perpustakaan di museum yang dikunjunginya.

Tan Malaka selalu berdiskusi dengan sejumlah pemuda. Dia banyak bercerita tentang kesengsaraan penduduk di bawah penguasaan Jepang. Karena aktivitasnya inilah, Asisten Wedana Pasar Minggu pernah datang dan menggeledah gubuknya. Karena tak menemukan sesuatu, Asisten Wedana itu kemudian meminta maaf kepata Tan Malaka. Sang pejabat tak tahu Tan Malaka telah menyembunyikan kertas-kertasnya di kandang ayam dan sebagian lain disamarkan sebagai ganjal kaki meja.

Tan Malaka membawa naskah Madilog ke Bayah, Banten Selatan. Madilog juga dibawanya bertualang ke Jawa Tangah dan Jawa Timur. Tan Malaka baru memperkenalkan Madilog tiga tahun setelah kemunculannya. Ia menulis, “Kepada mereka yang sudi menerimanya. Mereka yang sudah mendapatkan minimum latihan otak, berhati lapang dan saksama serta akhirnya berkemauan keras buat memahamkannya"

”Dari dalam kubur suara saya terdengar lebih keras daripada di atas bumi,” kata Tan Malaka ketika akan ditangkap polisi Hong Kong pada 1932. Tan Malaka telah mewariskan pemikiran brilian dan gagasan yang relevan untuk menjawab ancaman dan tantangan zaman masa kini.